Budaya Malu, oleh Prof. Dr. Achmad Satori Ismail (IKADI)
Ketika Abu Qilabah keluar untuk sholat berjamaah, bertemu
dengan Umar bin Abd Al Aziz yang juga sedang menuju masjid untuk jama’ah sholat
ashar. Beliau kelihatan membawa secarik kertas, maka Abu Qilabah bertanya:
Wahai Amirul mukminin, geranga kertas apakah ini ? Beliau menjawab ini adalah
secarik kertas berisi sebuah hadits yang aku riwayatkan dari Aun bin Abdillah.
Aku tertarik sekali dengan hadits ini maka aku tulis dalam secarik kertas ini
dan sering aku bawa. Abu Qulabah berkata; ternyata di dalamnya tertera sebuah
hadits sbb.
“Diriwayatkan dari Aun bin Abdillah, ia berkata: Aku berkata kepada
Umar bin Abdil Aziz bahwa aku telah meriwayatkan hadits dari seorang sahabat
nabi saw yang kemudian diketahuinya oleh Umar. Aku berkata, ia telah
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Sesungguhnya rasa malu,
iffah ( menjauhi yang syubhat) , dan diamnya lisan bukanlah diamnya hati, serta
pemahaman (agama) adalah termasuk dalam keimanan. Semuanya itu termasuk yang
menambah dekat kepada akhirat dan mengurangi keduniaan, dan termasuk apa-apa
yang lebih banyak menambah keakhiratan.Tapi Sebaliknya, Sesungguhnya ucapan
jorok, perangai kasar dan kekikiran termasuk dalam kenifakan (prilaku
kemunafikan) dan semuanya itu menambah dekat dengan dunia dan mengurangi
keakhiratan serta lebih banyak merugikan akhirat.
(Sunan Ad Darami)
Kejadian di atas menunjukkan betapa besar perhatian Umar bin
Abdil Aziz terhadap masalah yang mendorongnya untuk meningkatkan masalah
keakhiratannya. Hadits tentang rasa malu ini mendapat perhatian khusus sehingga
ditulis dalam secarik kertas yang sering dibawa kemana-mana. sampai waktu
berangkat sholat jamaahpun dibawa pula. Di antara isi dari inti hadits ini
bahwa rasa malu adalah sebagian dari iman dan bisa menambah urusan
keakhiratannya..
Definisi rasa malu
Ketika seorang mau melanggar aturan agama misalnya, maka ia
merasakan dalam dirinya sesuatu yang tidak enak, merasa malu ataupun rasa
takut. Karena pelanggaran agama atau menentang disiplin bertentangan dengan
fitrahnya sehingga menimbulkan rasa malu. Seorang yang ingin mencuri kemudian
tidak jadi mencuri, karena dalam dirinya masih ada rasa malu. Namun bila rasa
malu ini dikikis terus dengan pelanggaran maka hilanglah rasa malunya dan
akhirnya menjadi orang yang memalukan, contohnya seorang wanita yang berpakaian
ketat, pada awalnya ada rasa malu yang kemudian lama kelamaan menjadi hilang
rasa malunya.
Keutamaan rasa malu:
1. Rasa malu adalah penghalang manusia dari perbuatan dosa
Rasa malu adalah pangkal semua kebaikan dalam kehidupan ini,
sehingga kedudukannya dalam seluruh sifat keutamaan adalah bagaikan kepala
dengan badan. Maksudnya, tanpa rasa malu maka sifat keutamaan lain akan mati.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
“Rasa malu tidak mendatangkan selain kebaikan."
Busyair bin Ka’b berkata: Dalam kata-kata bijak tertera
:”Sesungguhnya rasa malu memiliki keagungan dan dalam rasa malu terdapat
ketenangan” ( HR Bukhori dan Muslim)
2. Rasa malu merupakan salah satu cabang dari iman dan
indicator nilai keimanan seseorang
Rasa malu adalah cabang dari iman. Seabagaimana Rasulullah
saw menyatakan: “Iman terdiri dari enam puluh cabang lebih dan rasa malu
sebagian cabang dari iman ( HR Bukhori)
Rasulullah saw melewati seorang anshor yang sedang
menasehati saudaranya tentang rasa malu, maka Rasulullah bersabda: “ Biarkanlah
ia memiliki rasa malu karena malu itu termasuk dalam keimanan”
(Bukhori dan Muslim)
Bahkan lebih dari itu, dalam hadits lain dinyatakan: “iman
dan rasa malu merupakan pasangan dalam segala situasi dan kondisi. Bila rasa
malu tidak ada maka imanpun akan sirna”( HR Al Hakim)
3. Rasa malu adalah inti akhlak islami
Anas r.a. meriwayatkan hadits bahwa Rasulullah saw telah
bersabda: “setiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah rasa malu”.
Diriwayatkan dari Ya’la bahwa Rasulullah saw melihat seorang
mandi di tanah lapang, maka Rasulullah seketika naik mimbar dan setelah memuji
Allah beliau bersabda : “sesungguhnya Allah adalah Maha Malu yang suka menutupi
‘aib yang mencintai rasa malu. Jika salah seorang dari kamu mandi hendaklah ia
mandi di tempat tertutup.
4. Rasa malu adalah benteng akhir keislaman seseorang
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa nabi saw telah bersabda:
“Sesungguhnya Allah azza Wajalla apabila hendak menghancurkan seorang hamba
menarik darinya rasa malu, apabila rasa malu telah dicopot maka tidaklah kau
jimpai dia kecuali dlam keadaan tercela dan dibenci, Bila sudah tercela dan
dibenci maka akan dicopot darinya sifat amanah. Apabila sifat aamanah telah
tercopot maka tidak kau jumpai dia kecuali menjadi seorang yang pengkhianat,
bila sudah menjadi pengkhianat maka dicopot darinya sifat kasih sayang. Bila
sifat kasih sayang telah dicopot darinya maka tidak kau jumpai dia kecuali
dalam keadaan terlaknat dan bila dalam keadaan terlaknat maka akan dicopotlah
ikatan islam darinya.
5. Rasa malu merupakan akhlak yang sejalan dengan fitrah
manusia
Rasa malu sebagai hiasan semua perbuatan. Dalam hadits yang
diriwayatkan Anas r.a. bahwa rasulullah saw telah bersabda: “Tidaklah ada suatu
kekejian pada sesuatu perbuatan kecuali akan menjadinya tercela dan tidaklah
ada suatu rasa malu pada sesuatu perbuatan kecuali akan menghiasinya.
(Musnad Ahmad)
Diriwayatkan dari Ibnu abbas r.a. bahwa Rasulullah saw
bersabda pada Al Asyaj al ‘Asry ; “Sesungguhnya dalamdirinmu terdapat dua sifat
yang dicintai Allah yaitu kesabaran dan rasa malu.
( Musnad ahmad)
Diriwayatkan dari anas r.a. ia berkata: Rasulullah telah
bersabda; Orang yang paling kasih sayang dari umatku adalah Abu Bakar r.a,
orang yang paling tegas dalam masalah agama dri umatku adalah Umar r.a Orang
yang paling merasa malu adalah Utsman r.a. Orang yang paling mengetahui halal
dan haram adalah Mu’adz bin Jabal. Orang yang paling mengerti tentang Al quran
adalah Ubay r.a. Orang yang paling mengetahui tentang faroidl adalah Zaid bin
Tsabit. Setiap umat memiliki orang keperayaan dan orang kepercayaan umat ini
adalah Abu Ubaidah Ibn al jarroh.
(Musnad Ahmad)
Al Fudleil bin ‘iyadh menyatakan: Ketika manusia sudah tidak
memiliki rasa malu lagi maka tidak ada bedanya dengan bianatang.
Karakteristik rasa malu
Diriwayatkan dari abdillah ibni Mas’ud r.a. ia berkata,
Rasulullah telah bersabda pada suatu hari : “Milikilah rasa malu kepada Allah
dengan sebenar-benarnya.! Kami (para sahabat) berkata: Wahai rasulullah
sesungguhnya kami alhamdulillah telah memiliki rasa malu. Rasulullah bersabda:
“ Bukan sekedar itu akan tetapi barangsiapa yang mealu dari allah dengan
sesungguhnya, hendaknya menjaga kepalanya dan apa yang ada di dalamnya,
hendaknya ia menjaga peruta dan aapa yang didalamnya, hendaknya ia mengingat
mati dan hari kehancuran. Dan barangsiapa menginginkan akhirat ia akan
meninggalkan hiasan dunia . Barangisapa yang mengerjakan itu semua berarti ia
telah merasa malu kepada allah dengan sesungguhnya.
(Musnad Ahmad)
Dalam hadits di atas kita dapat menarik empat karakteristik
rasa malu yang sebenarnya yaitu:
1. Menjaga kepala dan sekitarnya
2. Menjaga perut dan segala isinya
3. Mengingat mati dan hari kehancuran
4. Menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir.
Berikut ini penjelasan empat karakteristik rasa malu yang
sebenarnya:
1. Menjaga kepala dan sekitarnya.
Yang dimaksud dengan menjaga kepala dan sekitaranya adalah
sbb.
a. Menjaga indera penglihatannya agar jangan sampai melihat
kepada yang haram, mencari-cari kesalahan orang lain dan hal-hal lain yang
diharamkan Allah swt. Yang termasuk menjaga indera penglihatan adalah
menggunakannya untuk membaca Alquran, mempelajari lmu, merenungi alam semesta
dan bersengan-sengan dengan memandang yang halal.
b. Menjaga indera pendengaran dengan menggunakannya untuk
mendengarkan bacaan Al Quran, mendengarkan pengajian dan menjauhi mendengarkan
ghibah, namimah dsb
c. Menjaga lisan dengan mempergunakannya untuk dzikrullah,
memberi nasehat, menyampaikan dakwah dan menjauhi segala ucapa yang diharamkan
seperti adudomba, mengumpat, menghina orang lain dsb.
d. Menjaga mulut dengan membiasakan menggunakan siwak,
memasukkan makanan yang halal dan menjauhi makanan yang haram. Menjauhi tertawa
berlebihan dst.
e. Menjaga muka dengan membiasakan bermuka manis, tersenyum
dan ceria setiap ketemu kawan.
f. Menjaga akal dengan menjauhi pemikiran yang sesat seperti
pemikiran muktazilah, sekuler, islam liberal dsb.
2. Menjaga perut dan seisinya
Yang dimaksud dengan menjaga perut seisinya adalah:
a. Menjaga hati dengan menanamkan keikhlasan dan melakukan
muhasabah serta menjauhi penyakit hati seperti riya’, ujub, sombong, kufur,
syirik dsb.
b. Menjaga saluran pernafasan dengan tidak merusak saluran
pernafasan seperti meokok dsb.
c. Menjaga kemaluan dengan menjauhi apa-apa yang diharamkan
Allah seperti perzinahan dsb.
d. Menjaga saluran pencernaan dengan henya memasukkan
makanan dan minuman yang halal saja.
3. Mengingat mati dan hari kiamat.
Mengingat mati akan membawa kita kepada upaya untuk
meningkatkan ketakwaan . Kematian cukuplah bagi kita sebagai nasihat agar kita
taubat dan kembali kepada Allah. Orang yang berbahagia adalah orang yang
senantiasa melupakan kebaikan, mengingat dosa, mengingat kematian, melihat
orang yang lebih rendah di bidang dunia dan melihat orang yang lebih baik dalam
bidang akhirat. Orang yang mengingat kematian akan terdorong untuk menyiapkan
bekal menuju akhirat dan melu melanggar larangan Allah
4. Menjadikan akhirat sebagi tujuan akhir.
Assindi mengatakan dalam syarah Sunan Ibni Majah sbb:
Pengertian hadits “ Bila kamu tdiak memiliki rasa malu maka berbuatlah semaumu”
adalah bahwa rasa malu itu merupakan benteng manusia dari perbuatan buruk.
Orang yang memeiliki rasa malu terhadap Allah akan menghalanginya dari
pelanggaran agama. Orang yang malu terhadap manusia akan menjauhi semua tardisi
jelek manusia. Bila rasa malu ini hilang dari seseorang maka ia tidak peduli
lagi terhadap perbuatan dan ucapannya. Perintah dalam hadits ini memiliki makna
pemberitahuan yang intinya bahwa setiap orang harus melihat perbuatannya. Bila
perbuatan itu tidak menimbulkan rasa malu maka hendaknya ia melakukannya bila
sebaliknya ia harus meninggalkannya. (Sunan Ibni Majah syarh Sindi)
Bangsa Indonesia yang sudah tidak lagi memiliki budaya malu,
harus kembali melaksanakan empat anjuran Rasulullah secara massif demi menuju
kebangkitan menggapai kegemilangan di masa mendatang.
(Prof. Dr. Achmad Satori Ismail)
ikadi.org